Wednesday, March 3, 2010

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Sistem perpajakan di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sistem perpajakan yang lama dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
Undang – Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
Perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Dan juga dimaksudkan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan.
Sistem perpajakan di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sistem perpajakan yang lama dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
Undang – Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
Perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Dan juga dimaksudkan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan.

PERMASALAHAN

Tahapan perubahan Undang-Undang KUP
Perubahan yang terjadi dalam Undang-Undang KUP yang baru?
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Indonesia sesuai dengan UU No.28 Tahun 2007?

DEFINISI (PASAL 1)

Penambahan beberapa definisi, yaitu:
Pajak;
Bukti permulaan;
Pemeriksaan bukti permulaan;
Penyidik;
Putusan Gugatan;
Putusan Peninjauan Kembali;
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
Tanggal dikirim; dan
Tanggal diterima.
Perubahan beberapa definisi, yaitu:
Wajib Pajak;
Badan;
Pengusaha Kena Pajak;
Masa Pajak;
Surat Setoran Pajak;
Pemeriksaan; dan
Surat Keputusan Pembetulan.

Penambahan definisi “pajak”, sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

PEMBERIAN, PENGUKUHAN, PENGHAPUSAN NPWP & PENGUKUHAN PKP (PASAL 2)

KETENTUAN SEBELUMNYA (ayat 1):
Kewajiban perpajakan dimulai sejak WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif belum diatur secara tegas.
“Wanita kawin yang tidak pisah harta” tidak diatur secara tegas apakah dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atau tidak.
PERUBAHAN:
Kewajiban perpajakan WP dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
“Wanita kawin yang tidak pisah harta” dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

KETENTUAN SEBELUMNYA (ayat 4a, ayat 6, dan ayat 7) :
Belum diatur batas waktu mulainya persyaratan subjektif dan objektif untuk pemberian NPWP/PKP secara jabatan.
Belum diatur kriteria penghapusan NPWP.
Penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan PKP belum diatur.
PERUBAHAN:
Pemberian NPWP/PKP secara jabatan, persyaratan subjektif dan objektifnya dibatasi 5 tahun ke belakang.
Kriteria WP yang NPWP-nya dapat dihapuskan:
Diajukan permohonan oleh Wajib Pajak;
Wajib Pajak dilikuidasi;
Wajib pajak BUT menghentikan kegiatan usaha; dan
apabila dianggap perlu oleh DJP.
Penghapusan NPWP dilakukan setelah melakukan pemeriksaan paling lama 6 bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi dan 12 bulan untuk Wajib Pajak badan sejak permohonan.

SURAT PEMBERITAHUAN (PASAL 3)
KETENTUAN SEBELUMNYA:
Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT hanya secara manual.
Batas akhir penyampaian semua SPT Tahunan PPh paling lambat 3 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
Perpanjangan SPT dengan permohonan dan harus dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
PERUBAHAN:
Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT dapat secara manual dan elektronik.
Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT cukup dengan pemberitahuan.

KETENTUAN SEBELUMNYA:
SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
SPT tidak ditandatangani sebagaimana mestinya.
Tidak sepenuhnya dilampiri keterangan/dokumen yang ditetapkan
PERUBAHAN:
Penambahan kriteria baru, yaitu:
SPTLB disampaikan setelah 3 tahun
SPT disampaikan setelah DJP melakukan pemeriksaan atau penerbitan skp
Dalam hal diaudit oleh Akuntan Publik, Laporan Keuangan yang diaudit tidak dilampirkan
Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak.

PEMBETULAN SPT (PASAL 8)
KETENTUAN SEBELUMNYA:
Paling lama 2 (dua) tahun setelah Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
Sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 200%.
PERUBAHAN:
Sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
Sanksi administrasi atas pengungkapan ketidakbenaran dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150%.
Catatan: disesuaikan dengan tatanan sanksi administrasi Pasal 13A.

SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA (PASAL 7)
KETENTUAN SEBELUMNYA:
Denda keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT:
SPT Masa Rp50.000,00;
SPT Tahunan Rp100.000,00.
PERUBAHAN:
Denda keterlambatan menyampaikan SPT:
SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp100.000,00;
SPT Tahunan PPh badan Rp1.000.000,00;
SPT Masa PPN Rp500.000,00;
SPT Masa Lainnya Rp100.000,00.

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Wajib Pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
PERUBAHAN:
Wajib Pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi dirinci dalam UU, yaitu:
WP orang pribadi:
telah meninggal dunia; sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
WP badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
Wajib Pajak yang terkena bencana
Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

SANKSI ADMINISTRASI BERUPA KENAIKAN (PASAL 13A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Sanksi administrasi untuk kealpaan yang pertama dilakukan Wajib Pajak, tidak diatur.
PERUBAHAN:
Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
Catatan: Sesuai hitungan dalam Bukti Permulaan.

PEMBAYARAN PAJAK

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Kekurangan pajak berdasarkan SPT Tahunan dibayar paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak. (Pasal 9)
Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak paling lama 1 bulan. (Pasal 9)
Pembayaran pajak yang dianggap sah belum diatur secara tegas. (Pasal 10)
PERUBAHAN:
Kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan (Pembayaran setelah jatuh tempo pelaporan dikenai sanksi bunga). (Pasal 9)
Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan. (Pasal 9)
Penegasan bahwa pembayaran pajak di tempat yang ditentukan Menteri Keuangan adalah sah apabila telah disahkan oleh pejabat pada tempat pembayaran tersebut. (Pasal 10 ayat (1a))

PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR (PASAL 17B)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Batas akhir penyelesaian SPT LB bagi Wajib Pajak paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima.
PERUBAHAN:
Ketentuan paling lambat 12 bulan tidak berlaku dalam hal dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.

DASAR PENERBITAN STP (PASAL 14)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Pelaporan Faktur Pajak (FP) yang tidak sesuai dengan masa penerbitan tidak diatur.
Pengusaha yang gagal berproduksi dan telah mengkreditkan FP Masukan tidak diatur khusus.
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat FP dikenai sanksi denda 2% dari DPP dengan STP. (14(4))

PERUBAHAN:
Pelaporkan FP tidak sesuai dengan masa penerbitan FP dikenai sanksi denda 2% dari DPP. (14(4))
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan diwajibkan membayar kembali PPN ditambah sanksi bunga 2% perbulan sejak SKPKPP s.d. STP (Catatan: Pasal 9 ayat (6a) RUU PPN). (14(5))
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat FP, tidak dikenai sanksi administrasi tetapi dikenai sanksi pidana. (39A)


PENERBITAN SKPKBT (PASAL 15)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak diatur secara tegas apakah harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu atau tidak.
PERUBAHAN:
SKPKBT diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan dalam hal ketetapan sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain atau setelah dilakukan pemeriksaan ulang dalam hal ketetapan sebelumnya diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan.


PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK (PASAL 16)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Yang dapat dibetulkan adalah skp, STP, SK Keberatan, SK Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, SK Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar atau SKPPKP.
Jangka waktu penyelesaian paling lama 12 bulan.
PERUBAHAN:
Menambahkan produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pembetulan, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
Memecah produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pengurangan atau Pembatalan ketetapan pajak menjadi SK Pengurangan Sanksi Administrasi dan SK Penghapusan Sanksi Administrasi serta SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak menjadi SK Pengurangan Ketetapan Pajak dan SK Pembatalan Ketetapan Pajak.
Jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.
Apabila permintaan WP ditolak atau diterima sebagian, diberikan alasan.

PENGEMBALIAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG (PASAL 17 ayat (2))

KETENTUAN SEBELUMNYA:
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan
PERUBAHAN:
SKPLB diterbitkan setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak

PERCEPATAN RESTITUSI (PASAL 17C DAN PASAL 17D)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Hanya untuk Wajib Pajak Patuh.
(paling lama 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN)
PERUBAHAN:
Untuk WP Patuh; dan
Untuk WP dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan yaitu:
WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha/pekerjaan bebas.
WP orang pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas dengan peredaran usaha dan lebih bayar s.d. jumlah tertentu.
WP badan dengan jumlah peredaran usaha dan lebih bayar s.d. jumlah tertentu.
PKP dengan jumlah penyerahan dan lebih bayar s.d. jumlah tertentu.

RESTITUSI PPN UNTUK TURIS ASING (PASAL 17E)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak diatur.
PERUBAHAN:
Diberikan Restitusi PPN atas pembelian barang kena pajak oleh orang pribadi bukan subjek pajak dalam negeri yang tidak dikonsumsi di daerah pabean.
Catatan: Hanya berlaku untuk pemberangkatan melalui pelabuhan udara.

DALUWARSA PENETAPAN (PASAL 13) DAN PENAGIHAN (PASAL 22)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Untuk penetapan dan penagihan:
10 tahun setelah berakhirnya Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
PERUBAHAN:
Untuk penetapan:
5 tahun setelah berakhirnya Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Untuk penagihan:
5 tahun sejak penerbitan penetapan pajak.

HAK MENDAHULU (PASAL 21)
KETENTUAN SEBELUMNYA:
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang milik Penanggung Pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya. Selama ini dibatasi 2 tahun setelah penyampaian Surat Paksa.
PERUBAHAN:
Hak mendahulu diubah menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.

GUGATAN (PASAL 23)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Yang dapat digugat:
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
Semua Keputusan selain Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan dengan STP.
PERUBAHAN:
Menghapus Keputusan Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan dengan STP karena sudah tercakup dalam keputusan selain Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
Menambah:
Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak.
Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.

KEBERATAN (PASAL 25, 26A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Hak Wajib Pajak hadir untuk memberikan penjelasan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya belum diatur.
Penghitungan jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak.
Data/informasi yang dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan tidak diatur secara khusus.
Keberatan tidak menunda kewajiban pembayaran dan penagihan pajak.
PERUBAHAN:
Wajib Pajak berhak hadir untuk memberikan penjelasan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. (26A (2))
Penghitungan jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim. (25 (3))
Data/informasi yang pada saat pemeriksaan masih berada pada pihak ketiga, dapat dipertimbangkan. (26A (4))
Wajib Pajak membayar ketetapan pajak paling sedikit sejumlah pajak yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir. (25 (3a))
Jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan keputusan keberatan. (25 (7))
Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang pajak. (25 (8))
Apabila keberatan Wajib Pajak ditolak dan masih harus membayar kekurangan pajak, dikenai denda 50%. (25 (9))

BANDING (PASAL 27)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Pengajuan banding tidak menunda jatuh tempo pelunasan pajak yang belum dibayar.
Belum diatur hak Wajib Pajak untuk meminta keterangan tertulis untuk keperluan pengajuan banding.
PERUBAHAN:
Pengajuan banding menunda jatuh tempo pelunasan pajak yang belum dibayar sampai 1 bulan sejak terbit putusan banding.
Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak sehingga tidak ditagih dengan surat paksa.
Apabila permohonan banding ditolak, dikenai denda sebesar 100% dari pajak yang belum dilunasi.
Wajib Pajak berhak memperoleh keterangan secara tertulis mengenai dasar keputusan keberatan.

IMBALAN BUNGA (PASAL 27A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Imbalan bunga hanya diberikan dalam hal terdapat:
Surat Keputusan Keberatan; dan putusan banding
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak terkait dengan penerbitan SKPKB dan SKPKBT
PERUBAHAN:
Imbalan bunga diberikan dalam hal terdapat:
Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding;
Surat Keputusan Pembetulan;
Surat Keputusan Pengurangan;
Surat Keputusan Pembatalan; dan
Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak terkait dengan penerbitan SKPKB, SKPKBT, SKPN dan SKPLB
Catatan:
Imbalan bunga juga berkaitan dengan Pasal 17B (3) & (4), Pasal 11 (3).

PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN (PASAL 28)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Belum diatur mengenai kewajiban menyimpan dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik.
PERUBAHAN:
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara elektronik atau program aplikasi online wajib menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 tahun.

PEMERIKSAAN (PASAL 29)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Jenis pemeriksaan dibedakan menjadi PSK, PSL, dan Pemeriksaan Lengkap.
Belum diatur kewenangan Pemeriksa untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik.
Belum diatur batas waktu penyampaian buku, catatan, dan dokumen.
Belum diatur penetapan secara jabatan untuk Wajib Pajak yang tidak menyerahkan buku, catatan, dan dokumen pada saat diperiksa.
Belum diatur secara tegas kewenangan Pemeriksa Pajak untuk melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak.
Tata cara pemeriksaan sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Keuangan tanpa ada rambu-rambu di UU.

PERUBAHAN:
Jenis pemeriksaan dibedakan menjadi Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksaan Lapangan. (29 (1))
Pemeriksa diberi kewenangan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik. (29 (3))
Batas waktu penyampaian buku, catatan, dan dokumen 1 bulan sejak permintaan disampaikan. (29 (3a))
Penetapan secara jabatan bagi Wajib Pajak yang tidak menyerahkan buku, catatan, dan dokumen pada saat diperiksa hanya berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi. (29 (3b))
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak. (30)
Diatur mengenai tata cara pemeriksaan, pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, penyampaian SPHP dan pembahasan akhir dalam jangka waktu yang ditentukan. (31 (2))

PEMERIKSAAN WP MASUK BURSA (PASAL 29A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Belum diatur.
PERUBAHAN:
Wajib Pajak Masuk Bursa yang laporan keuangannya Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan pemeriksaan kantor.


KEWAJIBAN MERAHASIAKAN (PASAL 34)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Belum dirinci keterangan yang dapat diberikan kepada pihak lain.
PERUBAHAN:
Merinci jenis keterangan yang dapat diberikan, yaitu: (Penjelasan 34 (2a))
Identitas Wajib Pajak meliputi :
nama Wajib Pajak; Nomor Pokok Wajib Pajak; alamat Wajib Pajak; alamat kegiatan usaha; merek usaha; dan/atau kegiatan usaha Wajib Pajak.
Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi :
penerimaan pajak secara nasional; penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak; penerimaan pajak per jenis pajak; penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha; jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar; register permohonan Wajib Pajak; tunggakan pajak secara nasional; dan/atau tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.

AKSES DATA (PASAL 35A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Belum diatur.
PERUBAHAN DENGAN MENAMBAH:
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak. (35A (1))
DJP berwenang menghimpun data dan informasi apabila data dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya tidak mencukupi. (35A (2))
Apabila kewajiban angka 1 dan 2 tidak dilaksanakan dikenai sanksi pidana kurungan atau denda . (41C)

PENGURANGAN DAN PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK (PASAL 36 ayat (1b), (1c), dan (1d))

KETENTUAN SEBELUMNYA :
Pengurangan/pembatalan atas ketetapan pajak yang tidak benar;
Jangka waktu penyelesaian tidak diatur (dalam KMK diatur 12 bulan).
Frekuensi pengajuan permohonan belum diatur.
PERUBAHAN :
Pengurangan/pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
Mengurangkan atau membatalkan STP yang tidak benar;
Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur;
Frekuensi pengajuan permohonan diatur paling banyak 2 kali untuk angka 1 dan 2, dan 1 kali untuk angka 3.
Batas akhir jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.

SUNSET POLICY (PASAL 37A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak diatur.
USULAN PERUBAHAN:
WP yang membetulkan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2007 selama masa 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU, diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU ini diberi kemudahan:
a. diberikan penghapusan sanksi administrasi
b. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data yang menyatakan bahwa SPT Wajib Pajak tidak benar.

SANKSI BAGI PETUGAS PAJAK(PASAL 36A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Sanksi bagi petugas pajak yang menghitung dan menetapkan pajak tidak sesuai dengan UU dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PERUBAHAN:
Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi.
Sanksi bagi petugas pajak yang bertindak di luar kewenangannya dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan dan dikenai sanksi.
Sanksi pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dipidana berdasarkan KUHP.
Pegawai pajak yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana berdasarkan UU Tipikor.
Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

KODE ETIK PETUGAS PAJAK(PASAL 36B)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan
PERUBAHAN:
Pegawai DJP wajib mematuhi Kode Etik.
Pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

KOMITE PENGAWASAN PERPAJAKAN (PASAL 36C)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak diatur.
PERUBAHAN:
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

INSENTIF BAGI DJP (PASAL 36D)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak diatur.
PERUBAHAN:
DJP dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu yang ditetapkan melalui APBN.

PIDANA KARENA KEALPAAN (PASAL 38)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Semua kealpaan dikenai sanksi pidana.
Belum diatur sanksi minimal dan hanya diatur sanksi maksimal.
PERUBAHAN:
Kealpaan yang pertama kali tidak dikenakan sanksi pidana, tetapi dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 200% (Pasal 13A).
Kealpaan kedua kali baru dikenai pidana denda paling sedikit 1 kali paling banyak 2 kali atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan paling lama 1 tahun.

PIDANA KARENA KESENGAJAAN (PASAL 39)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Belum diatur sanksi minimal dan hanya diatur sanksi maksimal.
PERUBAHAN:
Menambah perbuatan pidana berupa:
Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik (39 (1) h)
dikenai pidana denda paling sedikit 2 kali paling banyak 4 kali atau dipidana penjara paling singkat 6 bulan paling lama 6 tahun.
Pidana untuk yang kedua kali ditambahkan satu kali menjadi dua kali sanksi di atas.
Percobaan penyalahgunaan NPWP/PKP atau menyampaikan SPT yang tidak benar/lengkap dalam rangka restitusi/kompensasi/pengkreditan pajak dipidana penjara penjara paling singkat 6 bulan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali paling banyak 4 kali

PIDANA KARENA KESENGAJAAN (39A)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Dikenakan sanksi administrasi STP Pasal 14 (4)
PERUBAHAN:
Diatur bahwa setiap orang yang:
menerbitkan dan/atau mengunakan FP, bukti pemungutan, bukti pemotongan, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (39A a)
menerbitkan FP tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP (39A b)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali paling banyak 6 kali.

SANKSI PIDANA UNTUK PEJABAT/SETIAP ORANG (PASAL 41, 41A, 41B)

PERUBAHAN:
Pasal 41 : sanksi pelanggaran Pasal 34 : dari 4 juta menjadi 25 juta
Pasal 41A : sanksi pelanggaran Pasal 35 : dari 10 juta menjadi 25 juta
Pasal 41B : pidana bagi orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan : dari 10 juta menjadi 75 juta
Pasal 41C : sanksi pelanggaran Pasal 35A (sebelumnya tidak diatur):
sengaja tidak memenuhi : pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 1 miliar
sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya : pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak 800 juta
sengaja tidak memberi data yang diminta DJP : pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak 800 juta
sengaja menyalahgunakan data dan informasi : pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 500 juta

KETENTUAN PENYIDIKAN (PASAL 44)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
PPNS di lingkungan DJP diberi wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Wewenang penyitaan dalam rangka penyidikan belum diatur secara jelas.
PERUBAHAN:
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh PPNS di lingkungan DJP.
Menambah penjelasan mengenai penyitaan.
Penyitaan dilakukan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (PASAL 44B)

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Tidak ada batas waktu bagi Jaksa Agung dalam memberikan keputusan penghentian penyidikan.
PERUBAHAN:
Keputusan penghentian penyidikan dapat diberikan oleh Jaksa Agung dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal permintaan Menteri Keuangan
Penghentian penyidikan dapat dilakukan sepanjang perkara pidana belum dilimpahkan ke pengadilan.

KETENTUAN PERALIHAN

KETENTUAN SEBELUMNYA:
Pasal 47A UU NO.16/2000
Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994."
Penjelasan:
Dalam rangka memberikan kepastian kepada Wajib Pajak maka mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan untuk tahun pajak 2000 dan sebelumnya tetap diberlakukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
PERUBAHAN:
Pasal II
Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, daluwarsa penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013.
Penjelasan:
Cukup jelas.

No comments: